Sunday, June 26, 2011

Philosofy Boss Caladi 59


Dalam kesempatan tatap-muka dengan salah seorang Mentor Entrepreneur University di Sami Kuring Restaurant yang terletak di Jl. Raya Industri No. 2, Cikarang pada Minggu Siang yang terik, beliau memaparkan pengalaman pribadinya dalam menjalankan usaha yang dirintis mulai nol, sampai dengan pencapaian yang luar biasa saat ini.

Tidak banyak yang tahu bahwa usaha sablon di atas T-Shirt yang bermula di sebuah gang yang sempit di kota Bandung, yang sampai saat inipun belum sempat dipetakan oleh Google (?), ternyata merknya ini berada di belakang T_Shirt berlabel internasional.

Mas Wiwied, demikian beliau disapa, memaparkan philosofy 5 Cara dan 9 Usaha yang konon menjadi rahasia suksesnya selama ini.

5 Cara tersebut adalah: Coba, Choice, Confidence, Change dan Cita_cita; sedangkan 9 Usaha dimaksud adalah Creative, Community, Collaboration, Cooperative, Critical, Concept, Competition, Colleagues dan Culture. 

Wong Yogya yang memulai usaha di bumi Parahiangan ini, menjelaskan setiap cara dan usaha dengan singkat dan jelas, seperti seekor Caladi (sejenis burung dalam basa Sunda; Woodpecker bahasa Inggerisnya), calutak, cerdik dan selalu ceria ditambah sedikit cunihin.

Ya gurita usahanya memang dimulai dari Gang Caladi No. 59, sebuah labirin kota Bandung yang telah mengantarkannya menjadi usahawan yang sukses, dan kini rajin membagikan ilmu dan pengalamannya di Entrepreneur University.

Mudah-mudahan suatu saat nanti saya bisa bergabung dalam Harley Davidson Club, Chapter Bandung_suatu community pengusaha sukses yang dibimbingnya.

Monday, June 13, 2011

Hampir 60 tahun meniti gelombang bahtera rumah-tangga


Photo ini diambil pada kesempatan liburan akhir tahun 2001 di hutan lindung Pananjung; saat itu beliau sudah sering mengeluh kesulitan berjalan, nampaknya ini adalah 'jalan-jalan' terakhir yang sempat beliau lakukan karena setelah itu beliau berulang-kali mengalami ''gangguan hingga pada akhirnya sama-sekali mengandalkan bantuan untuk bisa bergerak.

Beliau adalah gadis dari 'desa tetangga' dalam posting berjudul Iing Suwarli's Family, the Unwrote Story.

Sebelum dipersunting oleh Iing Suwarli yang kini jadi suaminya dengan memberikan 11 orang anak, beliau adalah gadis pengungsi menghindari gangguan gerombolan DI/TII yang sedang 'mangganas' pada waktu itu.


Kerajinan dan kesederhanaannya telah memikat keluarga Achnari yang beristerikan Empok. Keluarga ini kemudian meminangnya untuk anak bungsunya yang kala itu sudah mengembara di Betawi sebutan Jakarta pada waktu itu. Photo hitam putih seluruh badan segera dikirim melalui kurir ke Betawi sebagai pemberitahuan. Demikian cara perjodohan yang berlaku pada saat itu.


Photo bersejarah itu saya sempat melihatnya terakhir di album uwa Entar Yayah pada sekitar tahun 1966, entah di mana dan siapa yang masih menyimpannya.


Kerajinan dan 'kreativitas' adalah dua kata-kunci yang kemudian terbukti bagaimana Sa'adah muda mampu mengatasi gelombang kehidupan berumah-tangga yang sering tidak bersahabat.


Pada awal-awal berumah-tangga, Sa'adah bersama Iing Suwarli tinggal di rumah sewa secara berpindah-pindah. Mula-mula tinggal di daerah Kepu Dalam, di mana keluarga 'migran' dari daerah Jawa Barat umumnya, Tasikmalaya pada khususnya mendominasi daerah ini. Anak pertama lahir ketika tinggal di sini.


Kemudian keluarga ini tinggal di daerah Gang Kran, masih tidak jauh dari daerah Kepu, lebih dekat ke Bandar Udara Kemayoran. Anak ke 2 dan 3 lahir di sini; anak ke 2 kemudian dirawat dan dibesarkan oleh sang kakak yang kebetulan hanya mempunyai anak tunggal yang sudah besar dan dirawat  oleh neneknya. 


Dari Gang Kran, keluarga ini pindah ke Gunung Sahari 7 (Dalam) tinggal di rumah sewa milik Abah Sarim, keluarga asal Jasinga-Bogor yang sangat bijak. Karena kerajinan dan tutur-sapa yang baik, keluarga Abah Sarim menganggap Sa'adah sebagai bagian dari keluarganya.


Dengan mengumpulkan sisa uang gajinya yang tidak seberapa, tetapi karena 'rikrik-gemi' nya Sa'adah, pada sekitar tahun 60an keluarga ini pindah ke daerah 'pemukiman-baru' di daerah Ampera Gunung Sahari-Ancol bersama keluarga 'migran' lainnya 'mematok-kavling' di daerah rawa yang diurug oleh limbah dari pabrik korek api 'Java-Match'.


Limbahnya berupa kayu-tipis, sejenis kayu yang digunakan sebagai kotak korek-api. Ratusan hektare rawa dan empang diurug yang kemudian dijadikan tempat pemukiman. Tidaklah heran bila sampai sekarang daerah ini menjadi langganan rob, karena cerita tentang banjir sudah terjadi sejak jauh pada jaman-jaman sebelumnya.


Banyak kenangan sedih dan lucu terjadi di sini. Sedih karena awalnya terpencil dan sering dilanda banjir sehingga tidak bisa ke mana-mana sampai banjir surut. Sa'adah juga sering mengalami stress, di sini saya pernah menjadi saksi bagaimana menyaksikan 'orang-kesurupan'.


Di tempat ini pula saya menyaksikan bagaimana sesama saudara bahu-membahu membangun rumah dengan metoda dan material seadanya pada jaman itu. Bantuan Uwa Uwon dan Uwa Iding tidak bisa diabaikan. Rumah itu besar dan luas, terbuat dari kayu, awalnya berlantai tanah, tanpa langit-langit sehingga pada waktu tidur terlentang yang ada hitam kelam, terkadang muncul siluet yang membawa imajinasi liar seperti pada film-film horor. Pada saat itulah do'a-do'a yang diajarkan mujarab mengantar tidur pulas dan baru terbangun di kala subuh.

Sa'adah muda menerima pesanan jahitan kebaya. Pekerjaannya rapi sehingga banyak tetangga yang minta tolong dibuatkan. Pesanan biasanya datang menjelang lebaran. Disamping itu juga Sa'adah menjual gado-gado, buatannya enak sehingga jarang tersisa dan habis dalam waktu singkat.


Di rumah ini juga melengkapi kebahagiaan Iing Suwarli, karena anak perempuan yang didambakan lahir, setelah 4 anak yang lahir sebelumnya semuanya laki-laki.


(To be continued .....)





Wednesday, June 8, 2011

Sulung yang selalu dituntut jadi Pioneer ...


Lulus SMP kemudian menyusul orang-tua yang sudah terlebih dahulu kembali ke Jakarta.. Di Jakarta mengambil sekolah kejuruan teknik-jurusan mesin di STM 1 DKI yang berlokasi di Jl. Mangga Besar IVi. Seperti halnya waktu SMP, jarak Ampera, Gunung Sahari Ancol sampai Mangga Besar pulang-pergi ditempuh dengan berjalan kaki pula, hanya sesekali  menggunakan sepeda.

Sebagai sulung dari 5 adik laki-laki dan 3 perempuan tidaklah mudah. Beruntung adik-adik 'mendukung', walau ada diantaranya juga yang membangkang. Kami biasa berbagi tugas mengurus rumah-tangga, mulai dari membersihkan rumah dan halaman, mencuci pakaian dan popok bayi (karena setiap 2 tahun ada seorang adik baru hadir di tengah-tengah kami), sampai dengan belanja keperluan dapur se hari-hari.

Tidak heran kalau mendengar olokan tetangga, : " Aduh anak gadis gini hari sudah kelar nyuci ....! ".

Disamping hal tersebut di atas, sulung dituntut sebagai pembuka-jalan atau pioneer, mulai dari cari sekolah sampai mencari pekerjaan, tidaklah heran kalau beberapa adik bersekolah di sekolah yang sama dan pada waktu bekerja pernah berada di perusahaan yang sama atau setidaknya masih dalam grup perusahaan yang sama.



Setelah dewasa, sekolah, kuliah sambil bekerja  mencatatkan nama lengkap sebagai Andie Endang Jussup. PT Pharos Indonesia (23/7/1973) di Jl. Limo Kebayoran Lama adalah perusahaan (serius) pertama di dunia kerja (sebelumnya pernah bekerja di sebuah percetakan di Jl. Songsi, Jembatan Lima, sebagai artist, sebutan bagi orang yang menyiapkan film sebelum naik ke mesin cetak offset).



Dari pernikahan pertama lahir Enrico Fermi (15 Mei 1976) dan Edwin Guruh Gautama (2 Juli 1979). Karena satu dan lain hal pernikahan ini tidak bisa dipertahankan, vonis talaq dijatuhkan setelah melalui beberapa kali sidang di Pengadilan Agama Bekasi.



Peristiwa kegagalan dalam pernikahan pertama memberi dampak luka yang dalam, terutama perasaan bersalah karena merasa tidak mampu memberi contoh yang baik buat adik-adik_tetapi haruskah menjadi setengah kafir ?

Pada tahun 1999 menikah untuk yang terakhir kalinya dengan Lies Irawati, yang memberikan 2 anak perempuan, yaitu Luqyana Nesia Jussup (22 Mei 2000) dan Luna Adzra Cessaria Jussup (21 Juni 2007).

Iing Suwarli's Family, the unwrote story


Iing Suwarli lahir di Nanggorak, desa Cigadog, kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 1928, merupakan anak bungsu dari enam bersaudara putera pasangan Achnari dan Empok.

Iing Suwarli muda merantau ke Jakarta mengikuti kakak iparnya yang sudah terlebih dahulu 'mengungsi' dari kejaran gerombolan. Seperti diketahui pada jaman itu Kabupaten Tasikmalaya merupakan basis DI/TII. Setiap laki-laki, terutama anak-anak muda dipaksa masuk menjadi TII.

Dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman seadanya, beliau bekerja serabutan. Untungnya pada jaman itu kompetisi di lapangan pekerjaan belum seketat sekarang. Asal punya kemauan dan bersedia bekerja keras, lapangan pekerjaan selalu tersedia.

Salah satu kisah yang tersimak, Iing muda pernah bekerja di pabrik pengalengan Corned Beef, tentu saja perusahaan milik Belanda di jaman itu. Karyawan diberi 'kebebasan' mengkonsumsi produk, asalkan tidak dibawa pulang. Pengalaman yang tak terlupakan adalah mabuk corned karena makan terlalu banyak.

Iing Suwarli menikah dengan Sa'adah, gadis desa tetangga yang dipilihkan orang-tuanya. Dari pernikahan ini lahir 11 anak, 2 diantaranya meninggal waktu dilahirkan. 

Kisah lebih lengkap bisa diikuti terus di Kisah Tentang Keluarga nan Besar, Iing Suwarli's Family.



Tuesday, June 7, 2011

Kisah Tentang Keluarga nan Besar, Iing Suwarli's Family

Silsilah Keluarga ini dimulai dari  Eyang Ilhasan yang menikah dengan Eyang Enoh (E di sini dibaca e seperti kita melafalkan Ember).

Pasangan ini melahirkan 10 anak, 4 laki-laki dan 6 perempuan, yaitu:
1.    Rumsiah  (perempuan) yang kemudian menikah dengan Sudinta;
2.    Achnari  (laki-laki) menikahi Empok (E di sini dibaca seperti kita melafalkan  Empuk); mereka berdua yang kemudian jadi leluhur kita;
3.    Suhardja (laki-laki), pasangannya belum tercatat;
4.    Djamhari (laki-laki), kemudian menikah dengan Lantri;
5.    Endjoh (perempuan), menikah dengan Irda;
6.    Eri  (perempuan) menikah dengan Tanu;
7.    Di’ah (perempuan), menikah dengan Suhadma;
8.    Elom (perempuan), menikah dengan Suraedji;
9.    Dori  (laki-laki)) menikah dengan Eng… (Manuskrip tidak terbaca jelas);
10.  Iya  (perempuan) menikah dengan Djanudi.

Achnari dan Empok leluhur kita ini mempunyai 6 orang anak, 3 perempuan dan 3 laki-laki, yaitu:
1.    Ami (perempuan) yang kemudian dinikahi oleh Tahimi, dikaruniai 7 orang anak;
1.1  Iwi (almh) menikah dengan Udin, tidak dikaruniai  keturunan;
1.2  Itjoh, dari pernikahannya dengan Dayat, lahir …..; sementara dari Rukanda …..;
1.3  Enang, menikah dengan Isu Suwamah, lahir anak-anak ….;
1.4  Engkur, menikah dengan Enah ….;
1.5  Maman, menikah dengan Mimin ….;
1.6  Yono, menikah dengan Siti …..;
1.7  Idoh, menikah dengan Endan …;

2.    Iding (laki-laki) menikah dengan Djodjoh, dikaruniai 5 orang  keturunan;
2.1  Oon (perempuan) menikah dengan ……;
2.2  Ujang Umar …..;
2.3  Entin ….;
2.4  Totoh …;
2.5  Zainal Mutaqin ……;

3.    Edah (perempuan) yang dinikahi oleh Syafri, dikaruniai  7 orang anak;
3.1   Dadang (alm) meninggal sebelum sempat berkeluarga;
3.2   Mimik …;
3.3   Eha (almh) …;
3.4   Endin ….;
3.5   Gozali …..;
3.6   Yoyoh ….;
3.7   Agus …..;

4.    Uwon (laki-laki) menikah dengan Djuwa, dikaruniai 4 orang anak;
4.1   Onih (perempuan) menikah dengan Dumang ….;
4.2   Wati (perempuan) ….;
4.3   Nana (laki-laki) ….;
4.4   Kokoy (perempuan) ……..;

5.    Entar Yayah (perempuan) dinikahi oleh Muhammad Ali Bey, hanya dikaruniai 1 orang  anak saja; lihat photo di "Alboem Keloearga Jaman Doeloe"
5.1 Mustafa Bey  menikah dengan Ernawati; dari pernikahan ini dikaruniai 4 anak perempuan dan 1 anak laki-laki;
5.1.1 Mustikawati, menikah dengan …..
5.1.2 Nurfitria ……;
5.1.3 Ade Farida …..;
5.1.4 Muhammad Rizki ……
5.1.5 Putri Nuraeni ……;

Pada tahun …… Ernawati meninggal dunia karena sakit. Mustafa Bey menikah lagi dengan Surtika anak dari Iing Suwarli.

     6.Iing Suwarli (laki-laki), anak bungsu yang kemudian menikah dengan Sa’adah, pasangan paling produktif,   
     dikaruniai 11 orang anak, 2 diantaranya meninggal ketika dilahirkan.

Iing Suwarli dan Sa’adah, melahirkan anak-anak sebagai berikut:

1. Endang, lahir di RS Bersalin Pintu Besi Jakarta (sekarang Jl. Samanhudi, RS itu jadi Puskesmas Rujukan di Jakarta Pusat), pada waktu itu tinggal di rumah sewa di Kepu Dalam masuk wilayah Kemayoran.

Mulai masuk sekolah pertama di SD Pembangunan Masyarakat di Gunung Sahari 7 Dalam, kemudian karena rumah pindah ke daerah Ampera_Gunung SahariAncol, sekolahpun pindah ke SD Triwibawa di Jl. Rajawali Selatan.

Sekolah di Jakarta hanya sampai kelas 3 SD, karena setelah itu seluruh keluarga boyongan ke Singaparna-Tasikmalaya. Menyelesaikan sekolah dasar di SD Arjasari, lalu SMP Negeri 1 Singaparna. 

Selama menempuh SMP, tinggal di rumah kakak bapa (Uwa Yayah) yang jaraknya kurang lebih 4 km ke sekolah di kota Singaparna. Jarak itu, pulang dan pergi ditempuh dengan berjalan kaki. Sesuatu yang sama-sekali bukan hal yang luar biasa pada jaman itu. Sesekali ada juga kusir delman yang baik-hati mengajak naik, biasanya pada waktu pulang.

Kisah lebih lengkap silahkan ikuti di : Sulung yang selalu dituntut jadi Pioneer .....

2. Memed, lahir di ………. Awalnya sejak usia 2 tahun dirawat dan dibesarkan oleh Uwa Kiyoh (almarhumah), setelah menyelesaikan sekolah menengah pertama di Panjalu, kemudian ‘bergabung’ kembali dengan saudara-saudara sekandung lainya dan melanjutkan ke sekolah kejuruan di Jakarta, memilih teknik-sipil. (Kalau mau lihat photonya klik "Alboem Keloearga Jaman Doeloe"

Dengan berbekal pengetahuan teknik-sipil, Memed muda memulai karirnya di sebuah perusahaan perkebunan milik salah-satu konglomerat jaman itu, Probosutedjo  yaitu PT Condong Garut yang membuka areal perkebunan di daerah Selatan Garut.

Bermodal pengalaman lapangan dari PT CG, ia melanjutkan karirnya di sebuah perusahaan kontraktor milik BUMN besar, PT Widjaya Karya yang memberi kesempatan Memed muda merantau ke berbagai wilayah di Indonesia untuk menyelia proyek-proyek yang dikerjakan PT Widjaya Karya.
Menikah dengan Nia Suniasari, orang ‘sekampung’; dari pernikahannya mereka dikarunia anak-anak sebagai berikut:
            2.1   Ika …..; (menunggu keterangan lebih lengkap)
            2.2   Dini …..;
            2.3   Novi ….;
            2.4   Rizal ….;
Alhamdulillah, pasangan Memed dan Nia Suniasari ini sudah sempat menunaikan ibadah haji pada tahun ……., merupakan pasangan pertama dalam keluarga bapa Iing Suwarli yang sudah berhaji;

    3. Ateng Rohana, lahir di Jakarta, 10 Juli 1957. Waktu itu tinggal di rumah di Gg. Kran, masih wilayah Kemayoran, tidak jauh dari Bandar Udara Internasional waktu itu.(Photonya ada di "Alboem Keloearga Jaman Doeloe")

Sempat sekolah dasar di SD Arjasari, tetapi kemudian diselesaikan di Jakarta. SMP di Karanganyar (SMP Negeri 34), lalu sekolah kejuruan teknik-jurusan listrik.

Walau sempat bekerja di lingkungan manufaktur, tetapi panggilan jiwanya lebih ke dagang, Ateng muda lebih memilih mendalami pemasaran dan bisnis sebagai jalan hidupnya ketimbang teknik-listrik yang dipelajari di sekolah kejuruan sebelumnya.

Setelah beranjak dewasa nama lengkap di lingkungan kerja, Hendya Rahanna, menikah dengan Titin Kartini (3 September 1961) dikarunia 3 orang anak yang semuanya laki-laki, yaitu:
3.1 Rizqy Caessariant Verdy (19 April 1985), menikah dengan Yovi ….;(menunggu konfirmasi lengkap)
3.2  Evans Apriant Nugraha (15 April 1987), menikah dengan …..;
3.3  Nico Fithra Trisakti (5 Maret 1994) ……..;

4.Tatang,terlahir di Jakarta sebagai Tatang Kohar, tetapi karena dengan nama ini sering sakit-sakitan, konon kata orang pintar yang tinggal di daerah Bungur-Kemayoran (dulu ada stasiun bus antar-kota) nama Kohar terlalu berat disandangnya, kemudian nama Kohar ditinggalkan. Kelahirannya dipenuhi catatan sedih. Waktu itu kami tinggal di Gunung Sahari 7 (Dalam), Bapa sakit keras cukup lama dan parah (maklum akses ke dokter  masih minim), kami semua merasa tertekan, terutama Emak tentunya.(Photo saudara laki-laki nomor 4, bisa dilihat di "Alboem Keloearga Jaman Doeloe").

Sekolah dasar di Singaparna dan diselesaikan di Jakarta. Memilih sekolah kejuruan teknik-mesin, di sekolah yang sama dengan kakak-kakak pendahulunya.

Setelah dewasa nama yang dicatatkannya adalah Tatang Hendra Asmita, menikahi orang Bogor, Ninin Hasanah yang kemudian Allah mengkarunia mereka dengan 3 orang anak dari 2 kali peristiwa melahirkan, waktu melahirkan yang kedua kalinya mereka dikaruniai sepasang anak kembar,
4.1   Adyanti Rahmarina
4.2   Dhika ……;
4.3   Anindya ….;

5.Surtika, anak perempuan pertama yang sangat diharapkan bapa, lahir di Jakarta_tepatnya di daerah Ampera, Gunung Sahari Ancol (kemudian jadi Pademangan Barat), kawasan pemukiman baru yang berkembang dari lahan rawa tempat pembuangan limbah padat yang jaman itu disebut Veldbak.

Di sini kami tinggal di rumah sendiri dengan ukuran cukup besar pada jaman itu. Yang membangun rumah saudara laki-laki bapa (Uwa Iding alm. dan Uwa Uwon, keduanya sangat berjasa).

Sebagai kawasan pemukiman baru, rumah masih jarang, jarak dari satu rumah ke rumah lainnya harus melewati pematang rawa dan empang. Tidak heran warga saling bertegur sapa dengan saling berteriak karena jarak antara satu rumah dan lainnya terpisah cukup jauh.

Jalan yang sudah diuruk dengan limbah dari pabrik korek-api Java Match memberi sensasi tersendiri bagi mereka yang melewatinya, seperti berjalan ‘di atas awan’, tidaklah heran bila ada orang terperosok bila menginjak lapisan jalan belum terlalu ‘padat’.

Belum lama berselang setelah menempati rumah ini, ada peristiwa nasional yang menghebohkan, yaitu penembakan istana presiden oleh Maukar dengan pesawat Mig 17. Tidak ada yang terluka dalam peristiwa itu.

Surtika dibesarkan dan sekolah di Jakarta.  Menikah dengan laki-laki asal Rajapolah-Tasikmalaya, bernama Apip. Dari pernikahan mereka lahir:
5.1   Andri ……;(menunggu keterangan lebih detil);
5.2   Hendrik …..;
5.3   Dewi …..;
5.4   Nurul Inayah ….;

Surtika mengalami sakit berkepanjangan sejak tahun .... dan kemudian meninggal dunia dan dimakamkan di Rajapolah. (Photo almarhumah ketika masih gadis bisa di lihat di "Alboem Keloearga Jaman Doeloe")

6.Jajang Suandhy (13 Januari 1965), lahir di (Pereng) Singaparna-Tasikmalaya_pada jaman ‘werit’; ekonomi keluarga sedang menukik berada di titik terendah. Ibu Pertiwi sedang sakit keras, makanan sulit di dapat, suasana politik memanas, kampanye PKI sangat gencar di mana-mana.

Karena bapa ‘usaha’ di Jakarta dan pulang hanya bisa pulang waktu tertentu saja, kelahirannya ‘dijagai ‘anak pertama. Sampai pada pemberian nama. Nama depan Jajang diberikan sebagai apresiasi pada figure pemain sepak-bola dari kesebelasan PERSIB pada waktu itu.

Sekolah di Jakarta. Memilih jalur berbeda dengan saudara-saudara tua yang mengambil sekolah kejuruan, Jajang muda lebih memilih ke sekolah menengah umum; yang kemudian mengantarnya ke dunia pendidikan dengan menetapkan diri sebagai pendidik.

Menikah dengan blasteran Padang-Palembang kelahiran Jakarta, Elly Putriandari (Jakarta 28 Juni 1965). Pernikahannya dikaruniai 2 anak kesemuanya laki-laki,
6.1   Akbar Jananuragadi Suandhy (Depok 16 Oktober 1991)…..;
6.2   Zulfi Atsiil Suandhy (Depok 12 September 1997) …….;
(Beberapa photo saudara laki-laki nomor 6 ini bisa di lihat di "Alboem Keloearga Jaman Doloe")
7.Titik Juwita, lahir sebagai bayi premature di (Pereng) Singaparna-Tasikmalaya. Seperti halnya saudara ke-enam, urusan paraji sampai pemberian nama dilakukan kakak-pertama. Nama depan mengambil nama depan Titik Puspa yang popular saat itu. Karena tidak tersedia incubator, Ita kecil tidur diapit dua buah botol kecap besar yang diisi air panas dan di bungkus dengan kain. Sekolah kejuruan di Jakarta. Kemudian menikah dengan Mustafa Bey, dari pernikahannya lahir:
7.1   Hadi …….; (menunggu kelengkapan data).
(Photo waktu masih gadis ada di "Alboem Keloearga Zaman Doeloe")
 
8.Nanin Mulyani, lahir di (Pereng) Singaparna; adik perempuan ini juga lahir dalam suasana prihatin. Pernah mengalami sakit serius, sementara akses ke dokter masih minim, manteri kesehatanpun hanya ada di kecamatan. Diobati oleh orang 'pintar' yang me'resepkan-obat' agar Nanin kecil diberi makan daging Marmut. Sejak saat itu kami mulai berkawan dengan Marmut yang beranak-pinak cepat sekali. Entah memang manjur atau kebetulan semata ternyata 'resep'nya okey, penyakit Nanin kecil sembuh sampai saat ini belum pernah membaca jurnal-kesehatan yang menjelaskan hubungan penyakit yang sempat diderita Nanin dengan khasiat daging Marmut tersebut.

Nama Nanin terinspirasi penyanyi yang sedang naik daun kala itu, Nanin Sudiar. (Photo Nanin ada di "Album Keloearga Jaman Doeloe"). Nanin sekolah di Jakarta, sekolah kejuruan yang dipilihnya adalah Tata Busana.
Nanin adalah saudara yang paling besar jasanya dalam merawat emak yang sakit berkepanjangan, mudah-mudahan dia selalu tabah, tawakal dan ikhlas, semoga Allah mencatatkan apa yang dilakukannya selama ini menjadi bagian dari ibadahnya.

9.  Almarhum (Bayi Laki-laki).

10. Dedi Mulyadi, (25 Desember 1972) lahir di RS milik Yayasan Ibu Adam Malik yang berlokasi di Jl. Pemandangan-Gunung Sahari Ancol. Waktu itu suasana Ampera jaman Surtika kecil yang masih banyak rawa sudah jauh berubah semakin padat dan sudah tersentuh proyek Husni Thamrin. 
      
      Dibesarkan dan sekolah di Jakarta. Memilih arsitektur sebagai jalan-hidupnya. (Photo wisuda dan photo lainnya ada di "Alboem Keloearga Jaman Doeloe').
      
      Kemudian menikah dengan Visca Arsianti (kelahiran Jakarta 21 September 1974) ….;

11. Almarhum (Bayi Laki-laki).

Thursday, June 2, 2011

Oleh-oleh dari Seminar DGtraffic, 31 Mei 2011.

Karena Isteri.

Saya berterima kasih pada isteri yang telah mendaftarkan saya pada seminar yang diselenggarakan DGtraffic pada tanggal 31 Mei 2011.

Sebagai seorang mechanical engineer, terus terang pada awalnya forum ini terasa asing bagi saya; apalagi yang hadir sebagian besar adalah anak-anak muda yang sedang dalam gelegak semangat  terbaiknya.

Berbeda dengan seminar-seminar sebelumnya yang pernah saya ikuti ketika masih aktif di industri, jaman itu peserta umumnya formil, berdasi, kemeja lengan panjang dan sepatu mengkilat; tetapi dalam seminar ini mereka memakai pakaian casual, bahkan anak muda di sebelah kiri saya hanya menggunakan sandal, dan di sebelah kanan saya pakai T shirt dengan sisiran rambut dikumpul ke tengah, seperti photo saya waktu kecil tahun 50an.

Karena dikalahkan oleh rasa ingin-tahu yang besar, perasaan “terasing” tadi hilang setelah acara seminar dimulai.

Dunia memang sudah berubah.

Setelah sekapur sirih disampaikan perwakilan dari Kementerian Koperasi dan UKM/UKK yang sekaligus membuka seminar ini. Mengingat Seminar ini didedikasikan bagi mereka pengelola unit-unit usaha kecil dan menengah, beliau berpesan kepada DGtraffic yang dalam hal ini bertindak sebagai penyelengara seminar sekaligus sebagai Certified Partner yang pertama dari Google Advertising di Indonesia, agar jangan melakukan pendekatan melalui teknologi informasi tetapi lakukan pendekatan melalui pendekatan business.

Ketika saya kuliah dulu, pada tahun 80an; saya ingat persis, pelajaran computer masih “numpang’ di Laboratorium Komputer Lemigas di Cipulir, Kebayoran Lama; unit komputernya sebesar kamar dan outputnya hanya berupa kertas berlubang seperti dimakan ngengat.

Begitu cepat lompatan yang terjadi, tidak heran masih banyak pelaku usaha yang masih gagap dengan teknologi ini (termasuk saya), jadi benar bila Google melakukan pendekatan melalui pendekatan teknologi informasi, bisa menimbulkan kegagapan di sana-sini.

Perubahan Fantastis.

Dua-puluh tahun lalu orang mendatangi perpustakaan atau membaca Koran pagi untuk mencari informasi, demikian Novita Jong, Key Accounts Manager, Google South East Asia, mengawali paparannya.

Sekarang 4 milyar orang dalam sehari merambah dunia maya untuk memperoleh informasi dari internet .

Ada 210 milyar surat dan IMS yang terkirim setiap hari dan ada 900 ribu posting baru dari para blogger di seluruh dunia, hal ini setara dengan informasi yang diperoleh oleh New York Times selama 19 tahun.

Saat ini ada 860 juta pengguna internet di jejaring sosial dan ada 5 ribu kicauan/tweets setiap detik pada waktu puncak.

Di Indonesia sendiri tercatat 30 juta pengguna internet dan 6,6 juta pengguna internet melalui HP.

Melihat Peluang.

Seminar ini membuka wawasan saya yang masih sempit dalam memanfaatkan teknologi informasi yang tersedia saat ini.

Selama ini saya membuat beberapa blog tak berbayar baru sekedar memenuhi hasrat kesenangan semata-mata sebagai penyaluran hobby kreatif. Sebenarnya hobby ini bisa dikembangkan untuk membuat dan atau mengelola toko virtual, seperti telah dilakukan banyak orang yang hadir pada seminar ini.

Masukan dari Henky Prihatna, Indonesia Country Representative, Google South Asia, anak muda dengan sederetan jabatan hebat yang pernah disandangnya di perusahaan besar. Konon dia juga peraih MTV Indonesia Young Entrepreneur Award membekali saya dengan informasi yang berharga dalam membangun web yang menarik dan memenuhi kaidah-kaidah yang dianjurkan.

Mudah-mudahan saya bisa memanfaatkan jaringan pertemanan yang saya peroleh dari seminar ini menjadi suatu jaringan usaha yang bermanfaat bagi keluarga dan juga bagi banyak orang lainnya.

Terima kasih DGtraffic, khususnya buat bung Andi Silalahi/Managing Partner dan Desario Mosqurino/Market Research yang telah mempertemukan saya dengan teman-teman muda yang dahsyat yang telah “membakar” semangat saya untuk keluar dari kegagapan selama ini.